rasanya aneh!
sesuatu yg menohok
apakah aku bisa dan sanggup?
di tengah himpitan gunung tugas, laporan dan deadline
suatu kesempatan itu terlihat sgt membebaniku
kulangkahkam kaki ingin mundur!
rasanya tak sanggup, tak mungkin aku melewatinya
1 ide pun tidak pernah trelintas di kepalaku
apa itu Karya Tulis Ilmiah??
apa?? apa??
formatnya kaya apa?
mau nulis apa??
bingung!
akhirnya kuputuskan berjuang sampai akhir dan hanya melakukan yg terbaik!
begitu banyak motivator diselilingku
terima kasih telah mau mendengar keluh kesahku dan menguatkanku
Perjuangan dimulai!
Perjalanan ke perpust Pusat, Perpust Jurusan, Searching dll
konsul beberapa kali beberapa dosen
hanya satu motivasiku saat itu
aku hanya ingin melakukan yg terbaik yg bisa kulakukan dan smp akhir!
waktu pengumpulan proposal tiba
diprint dan ditumpuk!
lega rasanya..
presentasi tingkat Jurusan dimulai!
panik panik bkin ppt blajar speaking
*huft mengingatnya adalah sesuatu bgt stlh sekian lama tidak ada perasaan spt itu
"Rita" well this is it
saatnya aku presentasikan apa yg kutulis! mencoba menjelaskan semua yg ada di kepalaku
well to long terlalu lama!
Lega!
menunggu pengumuman yg masuk tingkat fakultas
hanya bersantai
1 dalam pikiranku
kebawa y Puji TUHAN.. ga jg gpp toh sdh berjuang smp akhir
aku telah memenangkan egoku sendri ketika aku berpikir untuk mundur dan stay dalam zona nyamanku
sms masuk
wow ada nama Rita disana??
aku masuk in??
grogi!
perjuangan masih berlanjut
aku melakukan persiapan
namun aku rasakan kurang aku tidak belajar bhs inggris dgn sungguh2 :O
hari itu tiba
pagi hari di blater
presentasi berjalan lancar, meski bbrp hal sulit dijawab dan bingung
sesi bhs inggris sgt berantaka aku ditanya sesuatu yg sult ku jelaskan :D
meski tak ada hadiah, piagam yg kubawa pulang
aku membawa berbagai rasa, berbagai pembelajaran
Terima Kasih TUHAN aku diijinkan melalui satu kesempatan langka ini
inilah Karya Tulis Imiah ku
Potensi Daun Salam (Syzygium polyanthum Wight) sebagai bahan alami pengawet ikan
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kehadirat
Allah Bapa Yang Maha Pengasih atas berkat dan kasih-NYA sehingga penulis dapat
menyelesaikan karya tulis ilmiah dengan judul “Potensi Ekstrak Daun Salam (Syzygium polyanthum Wight) sebagai Bahan Alami Pengawet Ikan”.
Daun salam telah lama
digunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai bumbu penyedap makanan. Penggunaan
formalin sebagai bahan pengawet ikan marak dilakukan nelayan untuk mencegah
ikan busuk. Pencarian alternatif bahan alami pengawet ikan yang murah dan mudah
didapat sangat diperlukan. Daun salam memiliki kandungan antibakteri seperti
flavanoid, tannin, saponin, terpenoid, dan alkaloid, sehingga ekstrak daun
salam berpotensi menjadi bahan alami pengawet ikan.
Demikian karya tulis
ilmiah yang penulis buat. Penulis
mengharapkan saran dan kritik yang membangun. Semoga bermanfaat.
Purwokerto, April 2012
Penulis
RINGKASAN
Karya Tulis Ilmiah ini berjudul “Potensi
Ekstrak Daun Salam (Syzygium polyanthum Wight) sebagai Bahan Alami
Pengawet Ikan “. Penulisan karya ilmiah ini bertujuan untuk memberikan
perspektif mengenai potensi pemanfaatan daun salam (Syzygium polyanthum
Wight) sebagai bahan alami pengawet ikan. Penulis menggunakan metode literatur
yang dilakukan dengan cara pencarian data, pengolahan data, dan penyusunan
kerangka pemikiran. Ikan merupakan bahan makanan yang mengandung protein
tinggi, namun ikan memiliki kekurangan yaitu cepat membusuk. Pengawetan ikan
sangat beragam mulai dari pendinginan, penggaraman, pemindangan, pengeringan
dan fermentasi. Pengawetan dengan bahan berbahaya seperti formalin juga
dilakukan dengan alasan harganya yang lebih murah. Penggunaan formalin dapat
berbahaya bagi kesehatan manusia, sehingga dibutuhkan bahan pengawet yang
berasal dari alam yang lebih aman dan murah. Beberapa bahan alami pengawet ikan
yang sudah dibuktikan adalah citosan, asap cair, ekstrak daun teh, dan
rempah-rempah. Dewasa ini, harga bahan alami tersebut juga relatif mahal
sehingga dibutuhkan bahan alternatif lain. Daun salam merupakan salah satu
bahan pelengkap masakan yang telah digunakan oleh masyarakat Indonesia.
Kandungan kimia daun salam terdiri dari alkaloid, tannin, saponin, flavanoid,
dan terpenoid, kandungan ini dapat berfungsi sebagai antibakteri, antimikroba
dan antijamur. Beberapa penelitian melaporkan bahwa ekstrak daun salam dapat
menghambat pertumbuhan bakteri E. coli,
B. subtilis dan dapat mengurangi
koloni bakteri Streptococcus sp.,
serta mempunyai aktivitas antifungi terhadap Candida albicans.
Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan dan kandungan kimia daun salam maka dapat disimpulkan daun salam
berpotensi sebagai bahan alami pengawet ikan yang murah, mudah didapatkan, juga
diharapkan dapat diterima oleh masyarakat Indonesia.
SUMMARY
The
paper entitled "Potential Bay Leaf Extract (Syzygium polyanthum
Wight) as Natural Ingredients for Fish Preservatives ". The aim of this
paper to provide perspective on the potential use of bay leaves (Syzygium polyanthum Wight) as a natural fish preservative. The method was
used literature observation of data retrieval, data processing, and preparation
of the framework. Fish is a food that contains high protein, but the fish has
disadvantage that quickly decompose. Preservation of fish is have many
variations from cooling, salting, pemindangan, drying and fermentation.
Preservation with hazardous materials such as formaldehyde are also done with
reason that they were cheaper. The use of formalin can be harmful to human
health, so we need to takes a preservative from natural that can saver and
cheaper. Some natural preservative fish that has been proved is citosan, liquid
smoke, tea leaf extract, and spices. Nowdays, the price of natural materials
are also relatively expensive and so we need other alternatives. Bay leaves is
one of the complement material of cooking that has been used by the people of
Indonesia. Bay leaf has metabolite chemical constituents such as alkaloids,
tannins, saponins, flavonoids, and terpenoids, this content can serve as an
antibacterial, antimicrobial and antifungal. Several studies have reported that
leaf extracts can inhibit the growth of the bacterium E. coli, B. subtilis and
can reduce bacterial colony Streptococcus
sp., as well as having antifungal activity against Candida albicans.
Based
on research that has been done and the chemical content of bay leaves, the conclusion is potentially bay leaves exctract used as a
natural fish preservative, which are cheaper, easily available, acceptable by
Indonesian.
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ikan merupakan
salah satu sumber zat gizi penting bagi proses kelangsungan hidup manusia
(Junianto, 2003), hal ini dikarenakan ikan sebagai bahan makanan mengandung
protein tinggi dan asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh. Selain itu,
hasil perikanan dapat memberikan manfaat sebagai sumber energi, membantu
pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh, memperkuat daya tahan tubuh, juga
memperlancar proses fisiologi dalam tubuh (Adawyah, 2007).
Ikan laut memiliki
kekurangan, yaitu lebih cepat membusuk dibandingkan daging unggas dan mamalia.
Hal tersebut karena kandungan air yang tinggi (80%), pH tubuh ikan yang
mendekati netral, dan daging ikan yang sangat mudah dicerna oleh enzim
autolysis menyebabkan daging sangat lunak sehingga menjadi media terbaik
pertumbuhan bakteri pembusuk (Adawyah, 2007). Pembusukan ikan laut merupakan
suatu kerugian bagi nelayan sehingga diperlukan suatu pengawetan yang dapat
menjaga kualitas ikan.
Usaha pengawetan
ikan yang dapat dilakukan cukup beragam mulai dari pengawetan ikan dengan suhu
rendah atau pendinginan, penggaraman, pemindangan yang merupakan upaya
pengawetan gabungan antara pemanasan dan penggaraman, pengeringan ikan dan
fermentasi (Adawyah, 2007). Pengawetan
dengan bahan kimia berbahaya seperti formalin kerap dilakukan dengan alasan
harga formalin yang relatif murah dibandingkan dengan bahan pengawet yang aman
(Hastuti, 2010). Hasil penelitian Rahmawati (2006) dan Larasati (2006) dalam Zaelani dan Kartikaningsih (2008),
memperlihatkan ikan segar dan ikan pindang yang beredar di kota Malang
mengandung formalin. Formalin merupakan salah satu bahan tambahan makanan
terlarang namun masih digunakan secara luas di masyarakat. Penggunaannya bertujuan
untuk memperpanjang masa simpan bahan pangan (Zuraidah, 2007). Dampak formalin
pada kesehatan manusia yang langsung terlihat yaitu iritasi, alergi, kemerahan,
mata berair, rasa terbakar, sakit perut dan pusing, bahkan dalam jangka waktu
lama dapat menyebabkan kanker.
Berdasarkan
fakta-fakta tersebut, diperlukan suatu bahan pengawet ikan yang berasal dari
bahan alami. Bahan alami yang telah ditemukan diantaranya adalah citosan, asap
cair, dan daun teh. Akan tetapi dewasa ini, bahan pengawet alami tersebut
relatif mahal, sehingga perlu usaha untuk menemukan bahan pengawet alami yang
lebih murah. Hasil beberapa penelitian menunjukan bahwa rempah dan daun-daun tanaman
asli Indonesia mengandung senyawa aktif anti mikroba yang berpotensi untuk
dijadikan sebagai pengawet alami.
Senyawa aktif di dalam daun teh yang berguna sebagai
pengawet ikan juga terdapat pada daun salam. Daun teh mengandung komponen
penghambat pertumbuhan bakteri seperti flavanoid, alkanoid, triterpenoids
(Mu’awan dan Prasetyo, 2010). Sedangkan
daun salam mengandung tannin, flavanoid, saponin, triterpenoids, polifenol,
alkaloid, dan minyak atsiri (Utami, 2008). Tanaman salam (Syzygium polyanthum
Wight) oleh masyarakat Indonesia biasa digunakan sebagai pelengkap bumbu dan
obat. Sebagai pelengkap masakan, daun salam yang digunakan terlebih dahulu
dikeringkan, secara tidak sadar masyarakat telah menggunakan ekstrak kandungan
daun salam dalam masakannya. Dalam pengobatan, daun salam digunakan untuk
pengobatan kolesterol tinggi, kencing manis, tekanan darah tinggi, sakit maag,
dan diare (Utami, 2008). Berdasarkan pemikiran bahwa daun salam merupakan bahan
alami yang telah lama digunakan sebagai bahan pelengkap masakan dan
kandungannya yang sama dengan daun teh yang telah dijadikan bahan pengawet
alami ikan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa daun salam berpotensi sebagai
pengawet alami ikan.
1.2. Rumusan
Masalah
Rumusan masalah yang menjadi fokus tulisan ini adalah
dikarenakan pengawetan ikan dengan bahan alami yang ada relatif mahal maka
dilakukan pengembangan alternatif pencarian bahan alami pengawet ikan yang
lebih terjangkau menggunakan bahan daun salam (Syzygium polyanthum
Wight) yang memiliki kandungan sama dengan pengawet alami yaitu daun teh.
1.3. Tujuan
Penulisan karya ilmiah ini
bertujuan untuk memberikan perspektif mengenai potensi pemanfaatan daun salam (Syzygium polyanthum Wight) sebagai bahan alami pengawet alami ikan.
1.4.
Manfaat Penulisan
Manfaat
penulisan karya tulis ilmiah ini ditujukan kepada lingkungan
akademik secara khusus dan kepada masyarakat secara umumnya. Bagi lingkungan akademik tulisan ini dapat dijadikan dasar pertimbangan penelitian guna
mencari manfaat lebih dari penggunaan daun salam. Bagi masyarakat umum, tulisan
ini dapat menjadi informasi yang edukatif mengenai pengawetan ikan dengan bahan
yang tidak membahayakan kesehatan.
II.
TELAAH
PUSTAKA
2.1.
Tanaman
Salam (Syzygium polyanthum Wight)

Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Sub kelas : Dialypetalae
Bangsa : Myrtales
Marga : Syzygium Gambar
1. Daun Salam
Jenis : Syzygium
polyanthum Wight
(Van Steenis, 2003; Utami, 2008)
Tanaman
salam termasuk pohon atau perdu dengan daun tunggal, bersilang berhadapan, pada
cabang mendatar seakan-akan tersusun dalam 2 baris pada 1 bidang. Kebanyakan
tanpa daun penumpu. Yang paling menarik, bakal buah tenggelam, mempunyai 1
tangkai putik, beruang 1 sampai banyak dengan 1-8 bakal biji dalam tiap ruang.
Biji dengan sedikit atau tanpa endosperm, lembaga lurus, membengkok, atau
melingkar (Van Steenis, 2003 dalam
Utami, 2008).
Salam
memiliki daun hijau yang rimbun. Daunnya terletak berhadapan, menyirip, berbentuk
lonjong hingga elips dengan panjang 5-15 cm, lebar 3-8 cm, dan memiliki tangkai
dengan panjang 0,5-1 cm. Salam dapat dikembangbiakan dengan stek batang,
cangkok atau biji (Algyansyah, 2009). Ekawati (2007) dalam Algiansyah (2009) melaporkan bahwa ekstrak etanol daun salam
memiliki aktivitas antioksidan. Aktivitas tersebut berhubungan dengan senyawa
aktif yang terkandung pada salam, diantaranya eugenol, tannin, flavanoid,
saponin, fenolik, triterpenoid, dan alkaloid (Algyansyah, 2009). Salam
mengandung tannin, flavanoid, saponin, triterpen, polifenol, alkaloid, dan
minyak atsiri (Sudarsono dkk., 2002;
Utami, 2008).
2.2.
Pembusukan
Ikan
Seperti
diketahui ikan merupakan bahan pangan yang mudah membusuk (rusak). Hanya dalam
waktu 8 jam sejak ikan ditangkap dan didaratkan sudah akan timbul proses
perubahan yang mengarah pada kerusakan (Adawyah, 2007). Proses perubahan pada
ikan setelah ikan mati terjadi karena aktivitas enzim, mikroorganisme, dan
kimiawi. Ketiga hal tersebut menyebabkan tingkat kesegaran ikan menurun.
Penurunan tingkat kesegaran ikan ini terlihat dengan adanya perubahan fisik,
kimia, dan organoleptik pada ikan yang berlangsung dengan cepat. Semua proses
perubahan ini akhirnya mengarah ke pembusukan. Urutan proses perubahan yang
terjadi pada ikan setelah mati meliputi:
1. Perubahan
prarigormortis
Perubahan
prarigormortis merupakan peristiwa terlepasnya lendir dari kelenjar di bawah
permukaan kulit. Lendir yang dikeluarkan ini sebagian besar terdiri dari
glukoprotein dan musin yang merupakan media ideal bagi pertumbuhan bakteri.
2. Perubahan
rigormortis
Perubahan
rigormortis merupakan akibat dari suatu rangkaian perubahan kimia yang kompleks
di dalam otot ikan sesudah kematiannya. Setelah ikan mati, sirkulasi darah berhenti
dan suplai oksigen berkurang sehingga terjadi perubahan glikogen menjadi asam
laktat. Perubahan ini menyebabkan pH tubuh ikan menurun, diikuti pula penurunan
jumlah adenosine trifosfat (ATP) serta ketidakmampuan jaringan otot mempertahankan
kekenyalannya. Kondisi inilah yang dikenal dengan istilah rigormortis. Pada
fase rigormotis, pH tubuh ikan menurun menjadi 6,2-6,6 dari pH mula-mula
6,9-7,2. Setelah fase berakhir dan pembusukan bakteri berlangsung maka pH
daging ikan naik mendekati netral hingga 7,5-8,0 atau lebih tinggi jika
pembusukan telah sangat parah. Proses rigormotis dikehendaki selama mungkin
karena proses ini menghambat proses penurunan mutu oleh aksi mikroba.
3. Proses
perubahan karena aktivitas enzim
Setelah
ikan mati, enzim masih mempunyai kemampuan untuk bekerja secara aktif. Namun,
sistem kerja enzim menjadi tidak terkontrol karena organ pengontrol tidak
berfungi lagi. Akibatnya, enzim dapat merusak organ tubuh ikan. Peristiwa ini
disebut autolisis dan berlangsung setelah ikan melewati fase rigormortis. Ciri
terjadinya perubahan secara autolisis adalah dengan dihasilkannya amoniak
sebagai hasil akhir. Penguraian protein dan lemak dalam autolisis menyebabkan
perubahan rasa, tekstur, dan penampkan ikan. Autolisis tidak dapat dihentikan
walaupun dalam suhu yang sangat rendah.
4. Perubahan
karena aktivitas mikroba
Selama
ikan hidup, bakteri yang terdapat dalam saluran pencernaan, insang, saluran
darah, dan permukaan kulit tidak dapat merusak atau menyerag bagian-bagian
tubuh ikan. Hal ini disebabkan bagian tubuh ikan tersebut mempunyai batas pencegah
(barrier) terhadap penyerangan
bakteri. Setelah ikan mati, kemampuan barrier
tadi hilang sehingga bakteri segera masuk ke dalam daging ikan melalui keempat
bagian tersebut. Akibat serangan bakteri, ikan mengalami berbagai perubahan,
yaitu lendir menjadi lebih pekat, bergetah, amis, mata terbenam, dan pudar
sinarnya, serta insang berubah warna dengan susunan tidak teratur dan bau
menusuk.
5. Perubahan
karena oksidasi
Proses
perubahan pada ikan dapat juga terjadi karena proses oksidasi lemak sehingga
timbul aroma tengik yang tidak diinginkan dan perubahan rupa serta warna daging
ke arah cokelat kusam. Mencegah proes oksidasi adalah dengan mengusahakan
sekecil mungkin terjadinya kontak antara ikan dengan udara bebas di
sekilingnya. Caranya, dengan menggunakan ruang hampa udara, antioksidan, atau
menghilangkan unsur-unsur penyebab proses oksidasi (Junianto, 2003).
2.3.
Pengawetan
Ikan
2.3.1. Pengawetan
dengan Pendinginan
Kelebihan
pengawetan ikan dengan pendinginan adalah sifat-sifat asli ikan tidak mengalami
perubahan tekstur, rasa, dan bau. Pendinginan ikan hingga 0°C dapat
memperpanjang kesegaran ikan antara 12-18 hari sejak saat ikan ditangkap dan
tergantung pada jenis ikan, cara penangangan, serta teknik pendinginannya.
Proses pendinginan hanya mampu menghambat proses pertumbuhan mikroorganisme dan
menghambat aktivitas mikroorganisme (Adawyah, 2007). Selama penyimpanan pada
suhu rendah, bakteri Pseudomonas, Alteromonas, Miraxella, dan Acetobacter
meningkat lebih cepat dibandingkan dengan organime lainnya.
2.3.2. Pengawetan
dengan Formalin
Larutan formalin
mengandung formaldehid methanol sebagai stabilisator, dengan kadar formaldehid
tidak kurang dari 34% dan tidak lebih dari 38%. Formalin merupakan cairan jernih
tidak berwarna atau hampir berwarna, bau menusuk, uap merangsang selaput lendir
hidung dan tenggorokan. Formalin larut dalam air atau etanol 95% (Ditjen POM,
1979). Formalin bukan merupakan zat pengawet untuk makanan tetapi
disalahgunakan untuk pengawetan industri makanan. Beberapa penelitian terhadap
tikus dan anjing bisa mengakibatkan kanker saluran cerna. Penelitian lainnya
menyebutkan peningkatan resiko kanker faring (tenggorokan), sinus dan cavum nasal (hidung) pada pekerja tekstil
akibat paparan formalin melalui hirupan (Yuliati, 2007).
Penyalahgunaan
formalin sebagai pengawet ikan sudah seharusnya dihentikan. Makanan berformalin
akan beracun hanya jika didalamnya mengandung sisa formaldehid bebas. Sisa
formaldehid bebas hampir selalu ada dan sulit dikendalikan. Formaldehid dalam
formalin akan berikatan dengan protein daging ikan membentuk jembatan metal
yang menyebabkan struktur daging kaku dan tidak larut air. Perendaman dalam
formaldehid menyebabkan sebagian besar protein sitoplasma sel terkoagulasi.
Protein yang berikatan dengan formaldehid menyebabkan kualitas protein menurun
dan bila dikonsumsi, ada sebagian kecil formaldehid bebas yang akan terikut
dalam metabolisme tubuh (Zaelanie dan Karikaningsih, 2008).
2.3.3. Pengawetan
dengan Bahan Alami
Penggunaan bahan
pengawet dan antioksidan sintetis pada saat ini tidak direkomendasikan oleh
Departemen Kesehatan, karena diduga menyebabkan penyakit kanker (carsinogenik agent) sehingga diperlukan
bahan alami sebagai penggantinya. Asam sitrat dari jeruk nipis dan asam jawa
sebagai bahan pengawet alami, sementara sebagai antioksidan adalah senyawa
polifenol yang bersumber dari biji pinang dan gambir (Amos dkk., 1998; Barus,
2009). Penggunaan ekstrak tanaman dalam bentuk metabolit sekunder sebagai bahan
pengawet alami ikan dapat dijadikan alternatif pengawetan ikan.
Metabolit
sekunder banyak dikandung oleh tumbuhan. Tumbuhan berpotensi menghasilkan
metabolit sekunder yang berpotensi sebagai antioksidan, zat pewarna, penambah
aroma makanan, parfum, insektisida dan obat. Ada 150.000 metabolit sekunder
yang sudah diidentifikasi dan ada 4.000 metabolit sekunder “baru” per-tahunnya
(Marliana, 2007). Metabolit sekunder dari beberapa tumbuhan dapat berfungsi
untuk menghambat bakteri, fungi, dan juga virus (Wink, 1999).
Penelitian yang
telah dilakukan membuktikan bahwa rempah-rempah mempunyai sifat sebagai
pengawet diantaranya bawang putih, kunyit, kluwak atau picung, cengkeh dan
minyak atsiri (Widaningrum dan Winarti, 2010) serta lengkuas (Yuharmen dkk., 2002). Penelitian yang dilakukan
membuktikan bahwa penggunaan bahan alami terbukti lebih efektif dalam
penanganan ikan segar, karena selain dapat memperpanjang masa simpan juga dapat
mengurangi penggunaan jumlah es untuk mendapatkan mutu ikan yang tetap memenuhi
standar. Bahan alami yang terbukti dapat digunakan sebagai pengawet alami ikan
adalah mahkota dewa, lidah buaya, jahe
dan sosor bebek (Agustini dkk.,
2008). Sifat antimikroba bumbu masak merupakan kerja sinergis dari berbagai faktor
yang mempengaruhi aktivitas bakteri, seperti pH, kadar air, serta kandungan
fenol dan turunannya yang terkandung dalam rempah-rempah yang dipakai sebagai
bumbu (Nurhidayati, 2007).
Mekanisme
kerja senyawa yang bersifat antimikroba ada beberapa cara, yaitu:
1.
Merusak dinding sel mikroorganisme sehingga menyebabkan
terjadinya lisis dengan cara menghambat pembentukkannya atau mengubah setelah
selesai terbentuk;
2.
Mengubah permeabilitas membran sitoplasma yang menyebabkan
kebocoran nutrien dari dalam sel sehingga akan mengakibatkan terhambatnya
pertumbuhan sel atau matinya sel;
3.
Menyebabkan terjadinya denaturasi protein dan asam-asam
nukleat yang mengakibatkan kerusakan sel tanpa dapat diperbaiki lagi;
4.
Menghambat kerja enzim di dalam sel dan mengakibatkan
terganggunya metabolisme atau matinya sel;
5.
Menghambat sinteisis asam nukleat dan protein sehingga
dapat mengakibatkan kerusakan total pada sel (Hadioetomo, 1988 dalam Utami, 2008).
III.
METODE
PENULISAN
Penulisan karya ilmiah ini menggunakan metode literatur. Metode literatur dilakukan dengan cara
pencarian data, pengolahan data, dan penyusunan kerangka pemikiran.
3.1.
Pengumpulan
Data
Pengumpulan data dilakukan dengan pengkajian bahan-bahan
bacaan dalam buku, skripsi, jurnal, jurnal elektronik, dan literatur-literatur lainnnya yang berkaitan
dengan antioksidan, senyawa bioaktiv tumbuhan, ekstraki
fenol dari tumbuhan, daun salam, pengawetan ikan, teknologi proses, dan pemanfaatannya. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah dalam memahami
permasalahan yang diungkapkan dalam karya ilmiah ini.
3.2.
Pengolahan
Data
Melalui bahan-bahan bacaan di atas, dilakukan pengkajian, penyeleksian, dan pencarian
solusi atas masalah yang dihadapi, serta penarikan kesimpulan, sehingga
kesimpulan akhir yang didapat relevan dengan masalah di lapangan dan
benar-benar telah melalui penyusunan secara komprehensif berdasarkan data
akurat yang dianalisis secara runtut dan
tajam.
3.3.
Kerangka
Pemikiran
Berdasarkan kedua hal diatas, maka kerangka pemikiran dikembangkan
dengan menganalisis adanya masalah kesehatan dari pengawetan
ikan menggunakan formalin, bahan pengawet alami yang relatif mahal, kemudian dilakukan kajian kandungan
kimiawi dari daun salam sebagai pengawet alami. Selanjutnya, dilakukan pengkajian terhadap daun
salam sebagai kajian kandungan
kimiawi dari daun salam sebagai pengawet alami dan kelebihan penggunaan daun salam
sebagai bahan alami pengawet ikan.
IV.
ANALISIS
DAN SINTESIS
Daun salam mempunyai kandungan kimia
yang terdiri dari tannin, saponin,
flavanoid, alkaloid, dan terpenoid (Hustani, 2009). Kandungan kimia dalam daun
salam memiliki potensi sebagai antibakteri dan antifungi. Penelitan yang pernah
dilakukan melaporkan bahwa ekstrak etanol daun salam dapat menghambat 50%
pertumbuhan E.coli pada konsentrasi
343,0836 µ/ml dan dapat menghambat pertumbuhan B. subtilis pada konsentrasi 1.425,2794 µ/ml (Hustani, 2009).
Widiyawati (2012) melaporkan senyawa flavanoid dan terpenoid yang terkandung
dalam ekstrak etanol daun salam mempunyai aktivitas antifungi terhadap Candida albicans. Sumono dan Wulan
(2009) melaporkan bahwa air rebusan daun salam dapat mengurangi jumlah koloni
bakteri Streptoccus sp. Penelitian lainnya
melaporkan bahwa ekstrak methanol daun salam dapat menghambat pertumbuhan
vegetatif Fusarium oxysporum
(Noveriza dan Miftakhurohmah, 2010).
Selain mengandung tannin, saponin,
flavanoid, alkaloid, dan terpenoid, daun salam mengandung minyak atsiri. Minyak
atsiri secara umum berfungsi sebagai antimikroba. Minyak atsiri daun alam
terdiri dari fenol sederhana, asam fenolat, sekuisterfenoid, dan lakton.
Mekanisme toksisitas fenol pada mikroorganisme meliputi inhibitor enzim oleh
senyawa yang teroksidasi, kemungkinan melalui reaksi sulfhidril atau melalui
interaks non spesifik dengan protein. Sedangkan mekanisme sekuisterfenoid yang
terdapat dalam minyak atsiri dispekulasi terlibat dalam kerusakan membran sel
kuman oleh senyawa lipofilik (Sudarsono dkk.,
2002). Penelitian yang pernah dilakukan melaporkan bahwa minyak atsiri daun
salam (Syzygium polyanthum) hasil
penyulingan 5 jam mampu menghambat pertumbuhan E.coli sedangkan B.subtilis
dapat dihambat oleh minyak atsiri daun salam pada penyulingan 3 jam (Nurhidayati,
2007).
Potensi penggunaan daun salam sebagai
bahan pengawet alami ikan merujuk pada penelitian yang dilakukan oleh Mu’awan
dan Prasetyo (2010) yang melaporkan bahwa daun teh (Camellia synensis L) dapat
digunakan sebagai bahan pengawet alami ikan, karena memiliki kandungan flavanoid,
alkanoid, triterpenoids. Kandungan kimia dalam daun teh yang digunakan sebagai
bahan pengawet alami ikan juga terdapat pada daun salam, sehingga daun salam
berpotensi menjadi bahan alami pengawet ikan. Berdasarkan penelitian Hustani
(2009), identifikasi golongan senyawa dalam ekstrak etanol daun salam
menunjukan adanya kandungan tannin, saponin, flavanoid, alkaloid, dan
terpenoid.
Tabel 1. Hasil identifikasi golongan
senyawa ektrak etanol daun salam (Hustani, 2009)
No.
|
Golongan
Senyawa
|
Pereaksi
|
Hasil
|
1
|
Tannin
|
![]() |
(+)
|
2
|
Saponin
|
Aquades
|
(+)
|
3
|
Flavanoid
|
Mg +
HCl pekat
|
(+)
|
4
|
Alkaloid
|
Dragendorff
|
(+)
|
5
|
Terpenoid
|
Vanilin-asam
fosfat
|
(+)
|
Tanin merupakan
senyawa yang aktivitasnya dapat menyebabkan efek spasmolitik. Efek spasmolitik
ini diduga dapat menghidrolisis dinding sel sehingga dinding sel mengecil atau
mengganggu permeabilitas membran sel. Akibatnya sel tidak dapat melakukan
aktivitas hidup sehingga pertumbuhannya terhambat bahkan mati. Efek antibakteri
tanin antara lain melalui: reaksi dengan membran sel, inaktivasi enzim, dan
destruksi atau inaktivasi fungi materi genetik (Masduki, 1996).
Saponin dapat
menghambat pertumbuhan mikroba karena sifatnya yang seperti sabun dapat merusak
permeabilitas membran sel mikroba (Robinson, 1995). Mekanisme penghambatan
mikroba oleh saponin yaitu dengan bergabungnya gugus saponin yang bersifat
polar dengan lapisan fosfolipid yang bersifat polar sehingga merusak
permeabilitas membran. Kerusakan ini menyebabkan membran sel tidak dapat
mengatur keluar masuknya bahan nutrisi yang dibutuhkan dalam proses metabolisme
sel. Terganggunya proses metabolisme ini menyebabkan terhambatnya pertumbuhan
atau bahkan mematikan mikroba (Lay, 1994).
Senyawa fenol
dapat menghambat pertumbuhan bakteri melalui denaturasi protein struktural pada
dinding sel maupun membran sel melalui putusnya ikatan disulfide dan ikatan ionik
pada protein. Senyawa flavanoid merupakan salah satu deriverat (turunan) fenol,
yang mempunyai gugus hidroksil fenol berkhasiat sebagai antibakteri (Hustani,
2009).
Alkaloid dapat
mengganggu terbentuknya jembatan seberang silang komponen penyususn
peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk
secara utuh dan menyebabkan kematian sel tersebut (Robinson, 1995).
Terpenoid
mempunyai aktivitas antifungi dengan merusak membran sel (Cowan, 1999). Senyawa
golongan terpenoid dapat berikatan dengan protein dan lipid yang terdapat pada
membran sel dan bahkan dapat menimbulkan lisis pada sel.
Berdasarkan
berbagai penelitian yang dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa ekstrak
etanol dan minyak atsiri dari daun salam dapat digunakan sebagai antibakteri,
antifungi, dan antijamur. Namun, penggunaan daun salam sebagai bahan alami pengawet
ikan memang belum terbukti secara ilmiah. Berdasarkan pemikiran bahwa kandungan
daun salam sama dengan kandungan daun teh yang telah terbukti sebagai bahan
alami pengawet serta daun salam yang telah lama digunakan sebagai bahan
tambahan makanan dan bumbu penyedap makanan, maka potensi penggunaan daun salam
sebagai bahan alami pengawet ikan yang mudah didapatkan dan murah menjadi
semakin besar. Apalagi penggunaan daun salam sebagai bahan tambahan makanan
selama bertahun-tahun membuktikan bahwa daun salam tidak memiliki kandungan
yang bersifat toksik, berbeda dengan daun tembakau yang memiliki kandungan
kimia toksik yaitu nikotin sehingga meski memiliki kandungan yang sama seperti
daun teh yaitu mengandung flavanoid, alkaloida, polifenol, dan saponin penggunaannya sebagai bahan alami pengawet
ikan tidak dianjurkan.
Penggunaan daun
salam sebagai bahan alami pengawet ikan memerlukan ekstraksi guna mendapatkan bahan
aktif antibakteri. Ekstraksi dapat dilakukan dengan beberapa cara. Maserasi
merupakan cara ektraksi yang paling sederhana. Berikut adalah bagan proses
ektraksi:
Daun salam

dikeringkan
dihancurkan
![]() |
serbuk daun salam
![]() |
dimaserasi dengan larutan etanol
![]() |

fraksi
etanol pekat
Penelitian
mengenai jumlah konsentransi yang tepat untuk bahan alami pengawet ikan sangat
perlu dilakukan guna mempermudah dalam aplikasi di lapangan.
Minyak
atsiri yang terkandung di dalam daun salam juga mempunyai potensi untuk
dijadikan bahan alami pengawetan ikan.
Berikut bagan
proses penyulingan minyak atsiri daun salam:

ditimbang

ditimbang



minyak atsiri daun salam
Penggunaan ekstraksi dan minyak atsiri
daun salam memang perlu dibuktikan secara ilmiah dengan dilakukaannya
penelitian. Mengingat bahwa daun salam telah lama digunakan sebagai bahan
penyedap makanan oleh masyarakat Indonesia, maka dapat dimungkinkan ekstraksi
dan minyak atsiri daun salam digunakan sebagai bahan tambahan dalam proses pengawetan dengan cara
pemindangan. Penambahan dapat dilakukan saat perebusan ikan pada proses
pemindangan. Perlakuan ini merujuk pada penambahan proses perendaman ekstrak
daun teh sebelum perebusan telur asin, hasil yang diperoleh adalah telur
menjadi lebih awet karena mendapat dua kali pengawetan yaitu dari garam dan
ekstrak daun teh (Zulaeka dan Widiyaningsih, 2005). Penambahan minyak atsiri
dan ekstrak daun salam diharapkan memberikan efek pengawetan sehingga ikan
mendapat dua kali pengawetan yaitu dari proses pemindangan dan penambahan
ektrak dan minyak atsiri. Hasil akhir yang diharapkan adalah pemindangan dengan
tambahan ekstraksi dan minyak atsiri daun salam lebih sedap, enak, dan tahan
lama. Aplikasi dalam perebusan pemindangan dapat pula dilakukan dengan melapisi
ikan dengan daun salam. Hasil yang diharapkan senyawa aktif dalam daun salam
dapat melindungi permukaan kulit ikan sehingga menambah pengawetan agar ikan
lebih tahan lama serta menambah rasa sedap dan enak.
Penelitian Mu’awan
dan Prasetyo (2010) melaporkan bahwa ekstrak daun teh dapat digunakan sebagai
pengawet alami ikan dengan cara merendam ikan dalam ekstrak daun teh atau
menyuntikan ekstrak daun teh ke dalam tubuh ikan. Berdasarkan hasil tersebut,
sehingga memungkinkan bahwa ekstraksi dan minyak atsiri daun salam dapat
langsung digunakan sebagai pengawet dengan cara yang sama, yaitu ikan direndam
dalam ekstrak daun salam dan penyuntikan ekstrak daun salam ke dalam tubuh
ikan. Perlakuan perendaman akan mencegah mikroorganisme pada bagian luar tubuh
ikan yang dapat membusukan ikan,
sedangkan perlakuan penyuntikan berguna
untuk mencegah pembusukan oleh mikroorganisme yang berasal dari dalam tubuh
ikan.
Efektivitas
penggunaan daun salam sebagai bahan alami pengawetan ikan membutuhkan suatu
penelitian yang berkelanjutan baik mengenai takaran, konsentrasi dan jumlah
yang tepat dalam penggunaannya. Daun salam memiliki kelebihan sebagai bahan
alami pengawet ikan dibandingkan dengan bahan alami lainnya. Bahan alami lain
yang telah terbukti dapat digunakan sebgai bahan pengawet ikan adalah daun teh
(Mu’awan dan Prasetyo, 2010), citosan, asap cair (Setiawan dkk., 1997), jahe, lidah buaya, mahkota dewa dan cocor bebek
(Agustini dkk., 2008), kunyit, bawang
putih, lengkuas, picung (kluwak), cengkeh dan minyak atsiri (Widaningrum dan
Winarti, 2010).
Pemanfaatan daun
salam sebagai bahan alami pengawet ikan memiliki keunggulan dan keuntungan,
yaitu:
1.
Pemanfaatan daun
salam yang belum maksimal memungkinkan untuk mendapatkannya dalam jumlah besar
di alam. Hal ini berbeda dengan penggunaan teh sebagai bahan pengawet ikan,
karena teh digunakan sebagai bahan baku industri minuman. Sehingga penggunaan
daun teh sebagai bahan alami pengawet ikan akan berebut dengan industri
minuman, hal ini sangat tidak efektif, mengingat industri minuman teh telah ada
cukup lama.
2.
Dari segi harga, daun salam memiliki harga beli yang
lebih murah dibandingkan dengan daun teh, citosan dan asap cair. Bahkan dapat
diperoleh gratis dengan menanam tanaman salam di pekarangan rumah.
3.
Keberadaan tanaman salam yang dapat tumbuh pada
ketinggian yang relatif rendah hingga 1800m diatas permukaan laut merupakan
keuntungan karena sangat dekat dengan daerah pesisir yang membutuhkan bahan
pengawet ikan dibandingkan dengan tanaman teh yang hidup di daerah pegunungan.
4.
Penggunaan daun salam sebagai bahan alami pengawet ikan
diharapkan dapat lebih terima oleh masyarakat Indonesia, sebab daun salam telah
lama digunakan sebagai bahan pelengkap makanan sehingga masyarakat telah
terbiasa dengan aroma masakan atau makanan dengan tambahan daun salam. Daun
salam diharapkan tidak mengubah rasa ikan, tidak seperti daun teh yang mana
pemanfaatannya sebagai minuman menimbulkan rasa pahit, juga tidak seperti buah
picung (kluwak) yang memiliki rasa pahit jika biji dalam kondisi tidak baik.
Penggunaan
daun salam sebagai bahan alami pengawet ikan diharapkan dapat menekan
penggunaan formalin sebagai bahan pengawet ikan.
V.
SIMPULAN
DAN REKOMENDASI
5.1. Simpulan
Senyawa kimia yang terkandung dalam daun salam mempunyai
aktivitas anti bakteri, sehingga daun salam dapat dimanfaatkan sebagai pengawet
alami ikan.
Penggunaan daun salam sebagai bahan pengawet alami ikan lebih
mudah didapatkan dibandingkan dengan bahan pengawet alami lain.
5.2. Rekomendasi
Melihat potensi
dan prospek daun salam sebagai
bahan pengawet alami ikan, maka
penelitian lebih lanjut
diperlukan untuk memaksimalkan
manfaat yang dimilikinya.
Terlebih lagi bagi negara yang memiliki potensi perikanan yang besar, sehingga
penelitian mengenai pengolahan produk perikanan dirasa sangat penting demi
memajukan sektor perikanan.
DAFTAR
PUSTAKA
Adawyah,
Rabiatul. 2007. Pengolahan dan Pengawetan
Ikan. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Agustini, Winarni.,dkk. (2008). Paket
Teknologi Penanganan Ikan Segar Dengan Pemanfaatan Bahan Alami. Laporan Penelitian. Fakultas Perikanan
Dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro.
Algiansyah.2009. Kemampuan Ekstrak
Dedaunan Berpotensi Antioksidan untuk Memodulasi Apostosis pada Sel Khamir. Skripsi. Program Studi Biokimia Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor.
Barus, Pina.2009. Pemanfaatan Bahan
Pengawet dan Antioksidan Alami pada Indutri Bahan Makanan. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Kimia
Analitik pada Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara.
Hastuti, Sri.2010. Analisis Kualitatif
dan Kuantitatif Formaldehid pada Ikan Asin di Madura. AGROINTEK Vol. 4, No.2 Agustus 2010.
Hustani,
Mega N. 2009. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Salam (Syzygium polyanthum Wight) terhadap
Bakteri Penyebab Diare. Skripsi.
Fakultas Ilmu Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Jenderal Soedirman.
Jawetz,
E., Melnick, J.L., dan E.A. Adelberg. 1996. Mikrobiologi
Kedokteran. Penerbit ITB, Bandung.
Junianto. 2003. Teknik Penanganan Ikan. Depok: Penebar Swadaya.
Lay, B.W. 1994. Analisis Mikroba di Laboratorium. Radja Grafindo Persada,
Jakarta.
Masduki,
I. 1996. Efek Antibakteri Ekstrak Biji Pinang (Arecha catechu) terhadap S.
aureus dan E.coli In vitro. Cermin Dunia Kedokteran, 109,22.
Mu’awan, Lutfhi dan Prasetyo, Agung B.T.
2010. The Potential of the Tea Leaf
Extract (Camellia synensis L) as Natural Marine Fish Preservatives.
Prepared to Follow National Selection of Internation Conference of Young
Scientist 2011. State Senior High School 1 Purwareja Klampok Banjarnegara.
Noveriza, Rita dan Miftakhurohmah.2010.
Efektivitas Efek Metanol Daun Salam (Euginia
polyantha) dan Daun Jeruk Purut (Cytrus histrix) sebagai Antijamur pada Pertumbuhan Fusarium oxysporum. Jurnal LITRI Vol.16 No.1. Maret 2010:6-11.
Nurhidayati,
Ratna. 2007. Pengaruh Lama Penyulingan dan Perbedaan Konsentrai terhadap
Aktivitas Antibakteri Minyak Atsiri Daun Salam. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman.
Robinson,T.
1995. Kandungan Kimia Organik Tumbuhan
Tinggi. Penerjemah Padmawinta, K. Penerbit ITB, Bandung.
Setiawan,
Iwan., Darmadji, Purnomo., dan Rahardjo, Budi. 1997. Pengawetan Ikan dengan
Pencelupan dalam Asap Cair. Prosiding
Seminar Teknologi Pangan.
Sumono, Agus dan Wulan, Agustin. 2009.
Kemampuan Air Rebusan Daun Salam (Eugenia
polyantha W) dalam Menurunkan Jumlah
Koloni Bakteri Streptococcus sp. Majalah Farmasi Indonesia 20 (3): 112-117.
Utami,
Indah Wahyu. 2008. Efek
Fraksi Air Ekstrak Etanol Daun Salam (Syzygium Polyanthum Wight.)
Terhadap Penurunan Kadar Asam Urat Pada
Mencit Putih (Mus Musculus) Jantan Galur Balb-C Yang Diinduksi Dengan
Kalium Oksonat. Skripsi. Fakultas
Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Widaningrum dan Winarti, Christina.
2010. Kajian Pemanfaatan Rempah-Rempah Sebagai Pengawet Alami pada Daging. Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia XXVII.
Widiyawati.2012.
Aktivitas Antifungi Ekstrak Etanol Daun Salam (Syzygium polyanthum) terhadap Candida
albicans. Skripsi. Fakultas Ilmu
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Jenderal Soedirman.
Yuharmen.,
Eryanti, Yum., dan Nurbalatif. 2002. Uji Aktivitas Antimikroba Minyak Atsiri
dan Ekstrak Metanol Lengkuas (Alpinia
galanga). Laporan Penelitian.
Jurusan Kimia Universitas Riau.
Zaelanie, Kartini dan Kartikaningsih,
Hartati. 2008. Pengaruh pengukusan dan Penggorengan pada Kadar Formalin Ikan
Layang (Decapterus spp) Berformalin.Jurnal Penelitian Perikanan Vol.11 No:1,
Juni 2008: 37-41.
Zulaekah, Siti., Widiyaningsih, Endang
Nur. 2005. Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Daun Teh pada Pembuatan Telur Asin
Rebus terhadap Jumlah Bakteri dan Daya Terimanya. Jurnal Penelitian dan Sains Teknologi Vol: 6 No:1 :1-13.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar