I.
PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang
Ekosistem pesisir
merupakan suatu ekosistem yang beragam dan
terdiri dari berbagai komponen yang menyusunnya. Ekosistem pesisir
merupakan suatu ekosistem yang dinamis, memiliki kekayaan habitat, dan saling
berinteraksi antara habitat tersebut. Hutan mangrove merupakan satu dari jenis
ekosistem pesisir.
Ekosistem mangrove
memiliki manfaat yang sangat beragam dan penting bagi lingkungan ekologi
dan bagi masyarakat pesisir. Manggrove
berguna sebagai tempat hidup bagi ikan
dalam masa pembesaran “nursery ground”
, juga memiliki peran penting dalam mencegah intrusi air laut (Hendrasarie,
2001). Hutan mangrove mampu mendukung
kehidupan warga pesisir seperti menyediakan bahan baku kayu untuk perumahan,
memberikan penghasilan melalui pengolahan kayu mangrove seperti pembuatan
arang.
Mengingat
pentingnya keberadaan ekosistem mangrove, maka perlu dilakukan upaya monitoring
dan pemantauan agar senantiasa dalam kondisi yang baik. Salah satu upaya monitoring kualitas lingkungan
ekosistem mangrove dapat dilakukan dengan monitoring kualitas air di lingkungan
hutan mangrove. Kualitas air terdiri dari aspek fisika, kimia, dan biologi.
Pendekatan yang akan dilakukan adalah pendekatan secara biologi yaitu dengan
mengetahui kepadatan dan kelimpahan plankton. Pendekatan secara biologi
dianggap paling mampu memberi gambaran kondisi lingkungan.
1.2. Tujuan
Praktikum
struktur komunitas plankton di hutan manggrove bertujuan untuk mengetahui keragaman dan kelimpahan jenis
plankton yang ada pada ekosistem hutan mangrove buatan.
II.
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1.
Hutan
Mangrove
Mangrove dapat didefinisikan secara
luas sebagai tipe vegetasi yang terdapat di lingkungan laut dan perairan payau.
Secara umum dibatasi zona pasang-surut, mulai dari batas air surut terendah
hingga pasang tertinggi (Giesen et al, 2006 dalam Taqwa, 2010). Struktur vegetasi hutan mangrove meliputi pohon
dan semak yang terdiri atas 12 genera tumbuhan berbunga (Avicennia,
Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Xylocarpus, Lumnitzera,
Laguncularia, Aigiceras, Aegiatilis, Snaeda dan Conocarpus) yang
termasuk ke dalam delapan famili (Bengen, 2004 dalam Taqwa, 2010). Komunitas mangrove hidup di daerah pantai
terlindung di daerah tropis dan subtropis. Hampir 75% tumbuhan mangrove hidup
di antara 35ºLU-35ºLS, terbanyak di kawasan Asia Tenggara (McGill, 1958 dalam Supriharyono, 2007).
Jenis mangrove yang berbeda tidak
tersebar secara acak, tetapi seringkali terpisah dalam zona-zona monospesifik.
Zonasi jenis mangrove dapat dilakukan dengan pertimbangan yang berbeda. Pada
pasang surut yang mendominasi pantai, seringkali terjadi zonasi jenis yang
jelas secara vertikal (Hogart, 2007 dalam
Taqwa, 2010). Salah satu tipe zonasi
hutan mangrove di Indonesia, daerah yang
paling dekat dengan laut sering ditumbuhi Avicennia dan Sonneratia (biasa
tumbuh pada lumpur tebal yang kaya bahan organik); lebih ke arah darat, hutan
mangrove umumnya didominasi oleh Rhizophora spp, juga dijumpai Bruguiera
dan Xylocarpus; zona berikutnya didominasi oleh Bruguiera spp (Bengen,
2004 dalam Taqwa, 2010).
Penyebaran vegetasi mangrove ditentukan oleh
berbagai faktor lingkungan, diantaranya adalah salinitas. Zona air payau hingga
air laut dengan salinitas berkisar 10 – 30‰; area yang terendam sekali atau dua
kali sehari selama 20 hari dalam sebulan, hanya Rhizophora mucronata yang
masih dapat tumbuh.
Kenyataannya, zonasi jenis
mangrove tidak sesederhana ini. Avicennia sering mempunyai sebaran bimodal,
berlimpah di daerah yang paling dekat dengan laut dan kadang-kadang juga
berlimpah di daerah atas pantai (upshore). Zonasi vertikal jenis
mangrove dapat berulang di tepi-tepi teluk dan sungai-sungai pasang surut,
sehinga menghasilkan pola dua dimensi yang kompleks. Pada skala yang sedikit
lebih luas, zonasi reguler jenis juga bisa terjadi berdasarkan jarak dari
sungai, berinteraksi dengan zonasi vertikal berdasarkan tingkat pasang (Hogart,
2007 dalam Taqwa, 2010).
2.2.
Hutan
Manggrove Tritih Cilacap
Hutan
Manggrove, merupakan wisata payau yang
berada di desa Karang Talun kecamatan Tritih Kulon kabupaten Cilacap. Hutan
payau didirikan pada tahun 1978 dan baru dijadikan hutan kota berdasarkan
keputusan Bupati Cilacap pada tanggal 2 Maret 2009, dengan luas 10 hektar.
Lokasi hutan langsung berbatasan dengan area pesawahan warga dan hanya dibatasi
oleh pematang saja.
Mangrove
yang berada di lokasi ini, mendapat suplai air payau dari sungai Lester yang
langsung terhubung dengan laut. Hasil monitoring dan peninjauan menunjukkan
bahwa kondisi mangrove di tempat tersebut cukup bagus. Berdasarkan papan
informasi yang telah dipasang oleh Perum Perhutani KPH Banyumas Barat dan
DISHUTBUN kabupaten Cilacap, di lokasi ini terdapat 15000 pohon mangrove yang
terdiri dari Tancang (Bruguiera gymnorrhiza), Api-api (Avicennia
sp), Bakau Bandul (Rhizophora mucronata) dan Bakau Kacangan (Rhizophora
apiculata).
Sementara
itu, di hutan payau ini juga terdapat mangrove asosiasi seperti Jeruju (Acanthus
ilicifolius), Waru dan Ketapang (Terminalia catappa). Sebagian besar
mangrove tersebut merupakan hasil penanaman yang dilakukan sejak tahun
1978. Ekosistem mangrove di sini dihuni
oleh banyak sekali biota mangrove, yang bisa teramati secara kasat mata,
seperti ikan Gelodok, Uca, Udang Pistol, Tanggal, burung, berbagai jenis ikan
dan lain-lain. Mereka terlihat sedang beraktivitas mencari makan di area mangrove
(Kesemat, 2011).
2.3.
Plankton
Plankton adalah organisme baik tumbuhan maupun hewan yang umumnya
berukuran relatif kecil (mikro), hidup melayang-layang di air, tidak mempunyai
daya gerak, kalaupun ada daya
gerak relatif lemah sehingga distribusinya sangat dipengaruhi oleh daya gerak
air, seperti arus dan lainnya (Nybakken, 1992 dalam Yazwar, 2008). Plankton terbagi dua jenis yakni plankton
tumbuhan (fitoplankton) dan plankton hewan (zooplankton) (Newel & Newel
1977 dalam Yazwar, 2008).
Plankton pada
ekosistem perairan mempunyai peranan penting, yaitu sebagai produsen primer dan
konsumen primer. Plankton terdiri dari fitoplankton dan zooplankton, biasanya melayang-layang
(bergerak pasif) mengikuti aliran air. Fitoplankton merupakan produsen primer, sedangkan zooplanton
sebagai konsumen primer, yaitu
pemakan fitoplankton. Zooplankton yang berada di dalam perairan
banyak ditemukan pada kecepatan arus yang rendah dan kekeruhan air yang
kecil (Barus, 2002).
Kehadiran
plankton di suatu ekosistem perairan sangat penting, karena fungsinya sebagai
produsen primer atau karena kemampuannya dalam mensintesis senyawa organik dari
senyawa anorganik melalui proses fotosintesis (Heddy & Kurniati, 1996 dalam
Yazwar, 2008).
Keragaman adalah salah satu sifat komunitas yang memperlihatkan
jumlah spesies organisme yang ada di dalamnya (Odum, 1971). Keanekaragaman plankton yang tinggi mendukung
tingkat tropik diatasnya, yaitu hewan karang dan ikan-ikan demersal. Kelimpahan
dan distribusi zooplankton demersal dikontrol oleh planktivores, khususnya ikan (Cahoon, 1992).
III.
MATERI
DAN METODE
3.1.
Materi
3.1.1. Alat
Alat
yang digunakan dalam praktikum struktus komunitas plankton ini adalah
plankton-net no. 25, ember 10 liter,
botol film, dan mikroskop
binokuler.
3.1.2. Bahan
Bahan
yang digunakan dalam praktikum struktus
komunitas plankton ini adalah larutan
formalin 4 %, isolasi, label, dan alat tulis.
3.2.
Metode
3.2.1. Prosedur Kerja
Pengambilan sampel plankton dilakukan dengan
cara menyaring air sebanyak 100 liter
dengan plankton-net no. 25. Sampel yang
diperoleh dimasukan ke dalam botol film kemudian ditetesi larutan formalin
untuk mengawetkan plankton. Identifikasi dan perhitungan jenis plankton
dilakukan di laboratorium menggunakan mikroskop binokuler dan buku
identifikasi.
Rumus perhitungannya :
·
Indeks Keragaman Shanon-Wienner:

Keterangan:
H = Indeks
Keragaman Shanon-Wienner
ni = jumlah individu pada genus ke-i
N = jumlah semua individu pada semua genus
·
Kelimpahan plankton
Jumlah Plankton
per-liter = 

dimana,

Keterangan :
N = jumlah plankton rataan pada setiap
preparat






P = jumlah lapang pandang yang diamati
W = volume air yang
disaring (liter).
3.3.
Waktu
dan Tempat
Praktikum ini
dilaksanakan pada tanggal 18 November 2011 di Hutan Manggrove Buatan Tritih,
Cilacap, Jawa Tengah.
3.4.
Analisis
Data
Data yang diperoleh
dianalisis secara deskriptif dengan histogram atau diagram balok.
IV.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1.
Hasil
Tabel
1. Jenis Plankton di Hutan Manggrove Buatan
Tritih, Cilacap
Plankton
|
Jumlah
|
Kelimpahan (ind/L)
|
Keragaman
|
Oscillatoria
sp.
|
65
|
350
|
1, 99
|
Nitzschia
sp.
|
14
|
75
|
|
Navicula
|
29
|
156
|
|
Spirulina
|
2
|
11
|
|
Lingbya
|
2
|
11
|
|
Gyrosigma
|
17
|
92
|
|
Schroederia
|
2
|
11
|
|
Clcoterilm
|
1
|
5
|
|
Pleurosygma
|
1
|
5
|
|
Synedra
|
1
|
5
|
|
Anabaena
|
3
|
16
|
|
Grammathophora
angulosa
|
1
|
5
|
|
Rhumlites
|
1
|
5
|
|
Nauplius
|
1
|
5
|
|
Tabellaria
|
1
|
5
|
|
Jumlah
|
141
|
757
|
|
Tabel
2.
Parameter Fisika-Kimia Kualitas Air di Hutan Manggrove Buatan Tritih
No
|
Parameter
|
Hasil
|
|
Fisika
|
|||
1
|
Suhu Air
|
320C
|
|
2
|
Salinitas Air
|
170/00
|
|
Kimia
|
|||
3
|
pH
|
7
|
|
4
|
DO
|
3,8 mg/L
|
|
5
|
COD
|
3,4 mg/L
|
1.1.
Pembahasan
Berdasarkan hasil
pengamatan yang disajikan dalam tabel 1, diketahui bahwa indeks keragaman
plankton sebesar 1,99. Plankton yang ditemukan di hutan mangrove buatan Tritih
terdiri dari 15 jenis yaitu Oscillatoria sp., Nitzschia sp., Navicula,
Spirulina, Lingbya, Gyrosigma, Schroederia, Clcoterilm, Pleurosygma, Synedra,
Anabaena, Grammathophora angulosa, Rhumlites, Nauplius, dan Tabellaria. Beberapa
jenis yang ditemukan seperti Oscillatoria sp., Lingbya, Spirulina, dan Anabaena termasuk dalam ganggang
hijau-biru (Cyanophyta/Cyanobacteria).
Cyanobacteria bersel
tunggal atau koloni. Koloni dapat membentuk filamen ataupun lembaran.
Cyanobacteria termasuk uniselular, koloni, dan bentuk filamen. Beberapa koloni
filamen memiliki kemampuan untuk berdiferensiasi menjadi tiga tipe sel yang
berbeda: sel vegetatif adalah yang normal, sel fotosintesis pada kondisi
lingkungan yang baik, dan tipe heterokista yang berdinding tebal yang
mengandung enzim nitrogenase. Setiap individu sel umumnya memiliki dinding sel
yang tebal, lentur, dan Gram negatif. Cyanobacteria tidak memiliki flagela.
Mereka bergerak dengan meluncur sepanjang permukaan (Naibaho, 2011).
Kondisi perairan muara
mempengaruhi jumlah spesies yang mendiaminya. Menurut Barnes (1974) dalam Rahman (2008), jumlah spesies pada umunya jauh
lebih sedikit daripada yang mendiami habitat air tawar atau air laut di
dekatnya. Hal ini karena ketidakmampuan oranisme air tawar mentolerir kenaikan
salinitas dan organism air laut mentolerir penurunan salinitas estuary.
Keragaman plankton yang
kecil ini juga berkaitan dengan nilai pH di suatu perairan. Pengukuran nilai pH
di hutan mangrove buatan Tritih menunjukan hasil 7. Menurut Novotny dan Olem (1994) dalam Effendi (2003) perubahan nilai pH dengan
kisaran 6,0 – 7,0 berpengaruh terhadap sedikit menurunnya keanekaragaman
plankton dan bentos. Sedangkan kelimpahan total, biomassa, dan produktivitas
tidak mengalami perubahan.
Menurut Lee et
al (1978), apabila indeks keragaman >2 maka perairan tersebut dikatakan
tidak tercemar atau tercemar sangat ringan, bila indeks 2,0-1,6 maka perairan
tersebut dikatakan tercemar ringan, apabila indeks keragaman 1,5-1,0 maka
perairan tersebut dikatakan tercemar sedang, dan apabila indeks keragaman <1
maka perairan tersebut dikatakan tercemar berat. Berdasarkan tabel 1, keragaman
plankton di Hutan Manggrove Tritih, Cilacap yaitu 1,99 yang berarti dalam
kondisi tercemar ringan. Dalam kondisi ini produktivitas primer perairan belum
mengalami gangguan, sehingga rantai makanan dalam ekosistem hutan manggrove
dapat berlangsung. Nilai keragaman
plankton kurang dari dua artinya kondisi perairan tersebut termasuk kategori
miskin atau kurang (Bismark dan Sawitri, 2010).

Berdasarkan
gambar 1, diketahui bahwa plankton jenis Oscilatoria
sp. merupakan plankton yang banyak ditemukan di hutan mangrove buatan
Tritih sebanyak 65 individu. Navicula
merupakan plankton terbanyak kedua dengan jumlah 29. Sedangkan Clcoterilm, Pleurosygma, Sinedra,
Grammatophora angulosa, Rhumlites, Nauplius, dan Tabellaria merupakan plankton dengan jumlah paling sedikit yaitu
hanya 1 individu. Keberadaan plankton
jenis Oscillatoria sp. mendominasi perairan hutan mangrove buatan Tritih. Oscillatoria sp. merupakan salah satu
fitoplankton sehingga dapat dikatakan bahwa keberadaan fitoplankton mendominasi
keberadaan plankton di lingkungan tersebut.

Gambar
2. Kelimpahan
plankton yang ada di Hutan Manggrove Buatan Tritih, Cilacap.
Berdasarkan gambar 2,
diketahui bahwa kelimpahan tertinggi adalah plankton Oscillatoria sp. yaitu sebanyak 350 ind/L. Terbanyak kedua adalah Navicula 156 ind/L. Keberadaan Oscillatoria sp. yang cukup
banyak di perairan payau tidak terlepas
dari habitat Oscillatoria sp. yang merupakan cyanophyta (cyanobacteria).
Cyanobacteria ditemukan di hampir semua
habitat yang bisa dibayangkan, dari samudera ke air tawar ke batu sampai tanah.
Kebanyakan ditemukan di air tawar, sedangkan lainya di lautan, tanah yang
lembab atau bahkan melembabkan batuan di gurun. Beberapa bersimbiosis dengan
lumut kerak, tumbuhan, berbagai jenis protista, atau spons, dan menyediakan
energy bagi inang (Naibaho, 2011).
II.
KESIMPULAN
DAN SARAN
2.1.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil
pengamatan dan pembahasan yang telah diuraikan maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Ada
15 jenis plankton yang ditemukan di Hutan Manggrove Buatan Tritih, Cilacap yang
terdiri dari Oscillatoria sp., Nitzschia sp., Navicula, Spirulina, Lingbya, Gyrosigma, Schroederia, Clcoterilm,
Pleurosygma, Synedra, Anabaena, Grammathophora angulosa, Rhumlites, Nauplius,
dan Tabellaria.
2. Indeks
keanekaragaman plankton di Hutan Manggrove Buatan Tritih, Cilacap yaitu 1,99.
3. Kelimpahan
plankton tertinggi di Hutan Manggrove
Buatan Tritih, Cilacap yaitu Oscillatoria sp. sebanyak 350 ind/L.
5.2.
Saran
Keberadaan hutan mangrove yang
memiliki peran penting dalam ekosistem pesisir perlu mendapat perhatian serius
dari pemerintah. Agar dalam pengelolaannya tidak melupakan aspek-aspek ekologi
yang dimiliki hutan mangrove.
DAFTAR
PUSTAKA
Barus, T.A.,
2002. Pengantar Limnologi. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi:
Jakarta.
Bismark, M. dan
Sawitri, Reni. 2010. Kualitas
Air, Kelimpahan dan Keragaman Plankton pada Ekosistem Mangrove di Pulau
Siberut, Sumatera. Info Hutan Vol. VII No. 1 : 77-87, 2010.
Effendi, Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi
Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius: Yogyakarta.
Hendrasarie,
Novirina. 2001. Struktur Komunitas Bentos di Kawasan Manggrove Pantai
Situbondo. Jurnal Aksial, Majalah Teknik Sipil Vo. 3 No. 3 Desember 2001 :
130-135.
Kesemat,
2011. Reportase Kondisi Mangrove di Karang Talun, Tritih Kulon, Cilacap. http://kesemat.blogspot.com/2011/08/reportase-kondisi-mangrove-di-karang.html. diakses tanggal 5
Desember 2011.
Naibaho, Poberson.
2011. Cyanophyta-Ganggang Hijau-Biru. http://pobersonaibaho.wordpress.com/2011/05/19/cyanophyta-ganggang-hijau-biru/ diakses tanggal 5
Desember 2011.
Rahman,
Abdur. 2008. Studi Kelimpahan dan Keanekaragaman Jenis Plankton di Perairan
Muara Sungai Kelayan. Al’Ulum Vol. 36 No. 2 April 2008: 1-6.
Supriharyono.
2007. Konservasi Ekosistem Sumberdaya Hayati di Wilayah Pesisir dan Laut
Tropis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Taqwa,
Amrullah. 2010. “Analisis Produktivitas Primer Fitoplankton dan Struktur
Komunitas Fauna Makrobenthos Berdasarkan Kerapatan Manggrove di Kawasan
Konservasi Mangrove dan Bekantan Kota Tarakan, Kalimantan Timur”. Tesis. Program Pascasarjana Universitas
Diponegoro: Semarang.
Yazwar. 2008. “ Keanekaragaman
Plankton dan Keterkaitannya dengan Kualitas Air di Parapat Danau Toba”,Tesis, Sekolah Pascasarjana Universitas
Sumatera Utara.
Lampiran
Data Pengamatan
Plankton
Plankton
|
Ulangan
|
Jumlah
|
||
1
|
2
|
3
|
||
Oscillatoria
sp.
|
14
|
15
|
36
|
65
|
Nitzschia
sp.
|
14
|
-
|
-
|
14
|
Navicula
|
15
|
2
|
12
|
29
|
Spirulina
|
2
|
-
|
-
|
2
|
Lingbya
|
1
|
-
|
1
|
2
|
Gyrosigma
|
2
|
12
|
3
|
17
|
Schroederia
|
2
|
-
|
-
|
2
|
Clcoterilm
|
1
|
-
|
-
|
1
|
Pleurosygma
|
1
|
-
|
-
|
1
|
Synedra
|
1
|
-
|
-
|
1
|
Anabaena
|
2
|
-
|
1
|
3
|
Grammathophora
angulosa
|
-
|
1
|
-
|
1
|
Rhumlites
|
-
|
1
|
-
|
1
|
Nauplius
|
-
|
-
|
1
|
1
|
Tabellaria
|
-
|
-
|
1
|
1
|
|
|
|
Jumlah
|
141
|


Kelimpahan
Plankton per-Liter 

1. Oscillatoria
sp. = 65 x 16,175 : 3 = 350,45 = 350
2. Nitzschia
sp. = 14 x 16,175 : 3 = 75,48 = 75
3. Navicula
= 29 x 16,175 : 3 = 156,35 = 156
4. Spirulina
= 2 x 16,175 : 3 = 10,78 = 11
5. Lingbya
= 2 x 16,175 : 3 =
10,78 =11
6. Gyrosigma
= 17 x 16,175 : 3 =
91,65 =92
7. Schroederia
= 2 x 16,175 : 3 =
10,78 =11
8. Cloterilm
= 1 x 16,175 : 3 = 5,39 = 5
9. Pleurosygma
= 1 x 16,175 : 3 = 5,39 = 5
10. Synedra
= 1 x 16,175 : 3 = 5,39 = 5
11. Anabaena
= 3 x 16,175 : 3 = 16,175 = 16
12. Grammathophora
= 1 x 16,175 : 3 = 5,39 = 5
13. Rhumlites
= 1 x 16,175 : 3 = 5,39 = 5
14. Nauplyus
= 1 x 16,175 : 3 = 5,39 = 5
15. Tabelaria
= 1 x 16,175 : 3 = 5,39 = 5
∑
= 757
indv/liter


Gambar
1.
Oscillatoria sp. Gambar 2. Navicula sp.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar